Rindu (Mendiang) Suamiku

Semalam aku tidur larut. Kedua mataku banjir air mata. Awalnya hanya terisak, tapi akhirnya tumpah menjadi tangis ketika aku melihat buku nikahku dan suamiku. Dua buku kecil yang memuat foto kami berdua di halaman pertama. Wajah kami yang begitu semringah, atas kelegaan setelah berjuang amat panjang untuk bisa menuju pelaminan. Air muka bahagia tersirat di wajah kami berdua, karena akhirnya bisa mengikat janji suci secara resmi.

Perjuangan yang akhirnya dibayar lunas oleh Allah. Doa dan harapan kami berdua yang kemudian diwujudkan dengan sempurna oleh Allah. Tetapi, tidak panjang. Cukup 2,5 tahun sebelum akhirnya Allah mengambil suamiku tercinta. Menyudahi kebahagiaan pernikahan yang kami impikan sejak lama.

Perasaan itulah yang semalam membuatku nelangsa. Meledakkan tangisku. Memecah keheningan malam. Isakan tangis yang berpadu dengan suara ingus yang berkali-kali keluar, lalu ku-lap dengan tisu.

Dua bulan berlalu sejak kematian suamiku. Enam puluh hari berselang, tetapi aku masih sangat merindukan kehadirannya di sampingku. Merindukan kebiasaan-kebiasaan sederhana yang kami lakukan. Kebahagiaan receh kami yakni momen kruntelan bareng kucing-kucing kesayangan, sembari nonton TV, main gadget, dan makan cemilan MSG. Bayangan-bayangan itu tiba-tiba menelisik dalam pikiran. Tanpa diminta. Hingga menyesakkan dada dan diakhiri isak tangis yang menjadi-jadi.

Suamiku manusia biasa. Dia punya beberapa kekurangan. Tetapi, selayaknya orang yang meninggal dunia, sikap-sikap baik lah yang teringat lekat. Apalagi, suamiku memang orang baik. Cinta sejatiku. Laki-laki yang mengajariku untuk tak mudah menyerah, selalu berprasangka baik, dan bersikap optimistis. Dari dia pula, aku belajar setia kawan, ikhlas dalam menolong sesama, dan menyayangi hewan terlantar. Entah sudah berapa banyak hewan terlantar yang dia tolong semasa hidupnya. Dan entah sudah berapa rupiah uang yang sudah ia keluarkan untuk membiayai tindakan medis untuk hewan-hewan yang perlu penanganan dokter.

Aku bersyukur semasa hidupnya ia banyak melakukan kebaikan yang berimbas pada orang banyak. Kehadirannya memberikan banyak manfaat untuk orang-orang sekelilingnya. Ketika banyak kawan-kawannya yang menangisi kepergiannya. Mengenangnya sebagai orang yang baik.

Dua bulan sudah suami pergi ke hadirat ilahi. Mereka bilang, aku luar biasa. Bisa setegar ini ditinggalkan kekasih hati. Padahal, mereka aja yg nggak tau bahwa sebetulnya jiwaku ini sangat rapuh.

Sebulan pertama tanpa suami terasa menyiksa. Nyaris setiap petang dilanda kecemasan sampai tubuh menggigil hebat. Setengah mati menguatkan diri. Didampingi orang2 terdekat, dibantu pula oleh dokter ahli jiwa.

Dokter bilang, aku depresi berat. Rasa kehilangan yg teramat dalam, itu pemicunya. Pengobatan medis cukup membantu, tapi support system-lah yang ampuh mempercepat pemulihan. Bersyukur sekarang kondisiku lumayan membaik, meski langkahku masih tertatih. Paling tidak, pelan-pelan aku bisa menyesuaikan diri. :")

Maka, bila dinamika hidupmu sedang berada di bawah & membuatmu merasa tak nyaman, jangan ragu mencari pertolongan. Siapa pun itu... keluarga, sahabat, kerabat, teman, komunitas, psikolog, ataupun psikiater; temukan kawan bicara. Bangun support system yg baik. Yang akan menjagamu tetap waras di tengah cobaan & tekanan hidup yg tdk mudah ini.

Dan yang paling utama, berdoalah. Serahkan semua hal keduniawian kepada Sang Pencipta. Mintalah kepada-Nya agar kau diberi kekuatan atas takdir apapun yang Dia lemparkan ke dalam hidupmu. Karena semua ini hanya titipan. Yang sewaktu-waktu bisa diambil, kapan pun Allah mau. ❤

Comments

Popular Posts